Tak terasa, kita kembali bertemu dengan awal tahun baru hijrah. Kali ini kita mengakhiri tahun 1432 H dan masuk tahun 1433 H. Hijrah, yakni peristiwa hijrah Rosululloh saw. Dari Mekah ke Madinah, adalah momentum  penting dalam lintasan sejarah perjuangan islam dan kaum Muslimin. Hijrah adalah peristiwa paling menentukan bagi tegaknya islam sebagai sebuah ideologi dan sistem dalam institusi negara ketika itu, yakni Daulah Islamiyah.
Kini, sejak keruntuhan Daulah Islamiyah yang terakhir, yakni Khilafah Utsmaniyah tahun 1924 lalu, dan sejak saat itu kaum Muslimin kembali dalam kungkungan ideologi dan sisitem jahiliyah, tentu hijrah saat ini bukan saja masih relevan, tetapi sebuah keniscayaan. Sebab meleui hijrahlah kaum Muslimin memungkinkan untuk:
Meninggalkan kekufuran dan domonasi orang-orang kafir menuju iman dan kekuasaan Islam.
Meninggalkan darul kufur menuju darul Islam.
Meninggalkan sistem jahiliyah menuju sistem dan ideologi syari’ah.
Meninggalkan kekalahan menuju kemenangan dan kemulian islam.

MAKNA HIJRAH
Hijrah secara bahasa berasal dari kata hajara yang berarti berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, dari satu keadaab ke keadaan yang lain. Para Fuqoha kemudian mendefinisikan hijrah sebgai :”keluar dai darul kufur menuju Darul Islam”. Darul Islam adalah suaty wilyah (negara) yang menerapkan syari’ah Islam secar total dalam segala aspek kehidupan dan keamanannya secara penuh berada di tangan kaum Muslimin. Sebaliknya darul kufur adalah wilayah yang tidak menerapkan syariah Islam dan keamanannya tidak di tangan kaum Muslimin, sekalipun mayoritas pendudukny beragama Islam. Definisi hijrah semacam ini diambil dari fakt hijrah Nabi saw sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang kemudian menjadi Darul Islam).
Lalu bagaimana kita mengamalkan kembali hijrah pada saat ini? . pasalnya , sejak keruntuhan Daulah Islamiyah yang terakhir (Khilafah Utsmaniyah) pada tahun 1924, saat ini tak ada satu pun negeri di seluruh dunia yang menerapkan sitem Islam atau menerapkan Syari’ah Islam secara total dalam sebuah institusi sebuah negara. Dengan kata lain, saat ini tak ada yang namanya Darul Islam, karena seluruhnya adalah darul kufur, termasuk negeri-negeri Islam. Sebab, meski mayoritas di negeri-negeri Islam adalah Muslim, negeri-negeri tersebut tidak menerapkan syari’ah Islam (kecuali sebagian kecil) dan kekuasaannya pun secara real tidak di tangan kaum Muslimin. Jika demikian, tentu menjadi kewajiban seluruh umat Islam untuk mewujudkan Darul Islam itu, yakni dalam wujud Daulah Islam atau Khilafah  Islam pengamalan kembali makna hijarah bisa kembali dilaksanakan. Jika tidak, umat islam, sebagaimana saat ini, tentu tak akan pernah dapat lepas dari kungkungan ideologi dan sistem jahiliyah yang saat ini direpresentasikan oleh kapitalis-sekuler maupun sosialis-komunis yang justru wajib ditinggalkan untuk segera menuju kehidupan masyarakat baru yang hanya diatur oleh ideologi dan sistem Islam.

Masyarakat Sebelum Hijrah
Masyarakat Arab sebelum Rosululloh saw hijrah adalah masyarakat jahiliyah. Hal ini bisa dilihat dari berbagai aspek.
Pertama, aspek akidah. Akidah masyarakat Arab pada saat itu penuh dengan kemusyrikan. Memang kebanyakan orang-orang Arab saat itu berkeyakinan bahwa Alloh adalah pencipta segala sesuatu, sebagaimana hal ini diterangkan dalam Alqur’an (QS.Luqman:25). Namun dalam praktiknya mereka membuat berbagai perantara untuk menyembah Alloh. Di antara meraka ada yang menyembah malaikat dan menganggap bahwa para malaikat adalah anak perempuan Alloh. Ada yang menyembah jin dan ruh terdahulu. Ada juga yang menyembah binatang, menyembah berhala. Amr bin Lubayyi, penguasa saat itu, menaruh sebuah berhala dari batu akik yang sangat terkenal yang bernama “Hubal”.
Kedua : aspek sosial kehidupan sosial Makkah saat itu dicirikan dengan kebobrokan moral yang luar biasa. Rata-rata meraka adalah peminum arak, tukang mabuk. Pelacuran dan perzinaan di Jazirah Arab saat itu adalah hali biasa. Pencurian, pembegalan dan perampokan juga menyeruak dimana-mana. Kekejaman dan kebiadaban bangsa Arab saat itu bahkan sampai melebihi batas kemanusiaan. Anak-anak perempuan yang baru lahir dibenamakn hidup-hidup ke dalam tanah, sebagaimana hal ini pun digambarkan di dalam Alqur’an (QS.At-Takwir:8-9).
Ketiga :aspek ekonomi. Di bidang ekonomi bangsa Arab sebelum Rosululloh saw adalah kebanyakan berdagang. Bisnis yang mereka lakukan saat itu sangat kental dengan riba. Bahkan pinjaman dengan cara riba yang berlipat ganda (riba fadli) telah menjadi tradisi mereka sehingga tidak ada seorang pun yang mengingkarinya.
Keempat: aspek politik. Secara politis bangsa Arab pada saat itu bukanlah bangsa yang diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain. Dua negara pada saat itu, Persia dan Kristen Byzantium, sama sekali tidak melihat Arab sebagai sebuah kekuatan politik yang patut diperhitungkan.

Masyarakat Pasca Hijrah
Jujur harus dinyatakan bahwa setelah Rosululloh saw hijrah dari Mekah ke Madinah, kemudian beliau membangun Daulah Islamiyah disana, keadaan masyarakat arab pasca hijrah berubah total. Daulah Islamiyah yang dibangun Baginda Nabi saw di Madinah berhasil menciptakan masyarakat Islam, dari sebelumnya masyarakat jailiyah.
Faktanya masyarakat Madinah bentukan Baginda Nabi saw melalui institusi yang beliau dirikan, yakni Daulah Islamiyah, dimana ditengah-tengah mereka diterapkan ideologi dan sistem islam, yakni akidah dan syari’ah  Islam adalah masyarakat yang benar-benar berbeda karakternya dengan masyarakat Arab sebelum hijrah.
Pertama: dari siso akidah yang dominan saat itu adalah akidah Islam. Bahkan akidah Islam menjadi satu-satunya asas negara dan masyarakat. Karena itu meski saat itu terdapat kaum Yahudi dan kaum Nasrani, aturan yang diterapkan ditengah-tengah masyrakat secara keseluruhan adalah atuaran (syaria’ah) Islam.
Kedua : dari sisi sosial. Kehidupan sosial pada saat itu penuh dengan kedamaian dan ketentraman serta jauh dari berbagai ragam kemaksiatan. Perjudian diperangi. Perzinaan diberantas. Segala bentuk kemaksiatan dan kriminalitas dibabat habi melalui penegakan hukum Islam yang tegas.
Ketiga : dari sisi ekonomi. Saat itu ekonomi berbasis riba benar-benar dihapus. Penipuan dan berbagai kecurangan diberantas. Sebaliknya, cara-cara yang diakui syari’ah dalam meraih kekayaan dibuka seluas-luasnya.
Keempat : dari sisi politik. Jujur harus diakui,  pasca hijrahlah sesungguhnya Islam dan kaum Muslimin benar-benar mulai diperhitungkan oleh bangsa lain. Daulah Islamiyah yang  dibangun oleh Baginda Nabi saw benar-benar disegani, bahkan ditakuti oleh musuh-musuh Islam dan kaum Muslimin. Bahkan sejarah telah membuktikan, pada akhirnya negara adidaya pada saat itu, Persia dan Byzantium, dapat ditaklukan oleh Daulah Islamiyah melalui jihad fisabilillah. Dengan jihad yang dilancarkan oleh Daulah Isalamiyah itulah hidayah Islam makin tersebar dan kekuasaan Islam makin meluas.
Refleksi Hijrah Saat Ini
Masyarakat saat ini sebenarnya sangat mirip dengan masyarakat jahiliyah sebelum Rosululloh saw hijrah ke Madinah. Wajar jika sebagian ulama menyebutkan kondisi sekarang sebagai “jahiliah modern”.  Kondisi akidah/odeologi, sosial ekonomi dan politik saat ini yang berbeda dalam kungkungan ideologi Kapitalisme-sekuler sesunnguhnya mirip dengan kondisi sebelum Rosululloh saw hijrah. Dari sisi akidah, baerbagai kemusyrikan dan ragam aliran sesat terus bermunculan. Dari sisi sosial, kebejatan moral (maraknya perzinaan, pornografi, porno aksi, dll) tindakan kriminal (pencurian, perampokan, korupsi, pembunuhan, perjudian, narkoba, dll) terus menyeruak. Dari sisi ekonomi, riba masih menjadi basis kegiatan ekonomi; demikian pula banyaknya transaksi-transaksi bathil lainnya. Bahkan dalam hal riba, negara adalah pelaku utama dengan terus menumpuk utang luar negeri berbuga tinggi. Di bidang politik, jelas negeri-negeri kaum Muslimin, termasuk nageri ini, tidak pernah diperhitungkan oleh negera-negera lain; kecuali sebagai objek penjajahan negara-negara kapitalis dalamberbagai bidang.
Karena itu, saat ini sebetulnya kaum Muslimin, bahkan dunia memerlukan tatanan baru, yakni tatanan yang dibangun berdasarkan ideologi dan sisitem Islam. Saat ini kita semua perlu membentuk kembali Daulah Islmiyah atau Khilafah Islam, yang akan mampu kembali mewujudkan masyarakat Islam, sebagaimana masyarakat yang dibangun Baginda Nabi saw pasca hijrah. Khilafah pula yang akan mengantarkan umat ini meraih kembali kemulian dan kejayaannya, sebagaimana pada masa lalu. Khilafah pula yang akan menjadikan dunia ini bisa dalam keamanan, kemakmuran, kedamaian, keadilan, kesejahteraan, dan keberkahan.
Jelas, setelah ideologi Sosialis-komunis runtuh, dan ideologi Kapitalis yang mendominasi dunia saat ini terbukti rapuh beberapa kali mengalami kebangkrutan,  selain menciptakan berbagai malapetaka kemanusiaan dan gagal mewujudkan sebuah peradaban dunia yang agung dan mulia, maka selayaknya dunia berharap hanya pada ideologi dan sistem Islam, yang diterapkan oleh institusi Khilafah Islam. Khilafah Islamlah yang akan menerapkan syari’ah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan sekaligus menyebarluaskan hidayah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Benarlah sabda Baginda Nabi saw yang memberikan kabar gembira kepada kita hakikat ini:
Sesunnguhnya Alloh telah memperlihatkan kepadaku bumi ini, lalu aku akan melihat bagian timur dan baratnya. Sesungguhnya kerajaan umatku akan mencapai seluruh bagian bumi yang telah ditampakkan kepadaku. (HR.Muslim)
Alhasil marilah kita segera berhijrah; dari sistem jahiliah saat ini kesistem Islam. Caranya adalah dengan menegakkan kembali Daulah Islamiyah atau Khilafah Islam. Hanya dengan itulah hijrah secara hakiki bisa kita amalkan. Waallohua’lam.
ALLOHU AKBAR...............!!!!!!!!!!!!!!

KEIMANAN DAN UJIAN HIDUP
Setiap orang  yang hidup di dunia ini pasti pernah mendapatkan ujian. Orang-orang sering mengatakan bahwa dunia adalah ujian. Orang-orang beriman dan rajin ibadah pun tidak luput dari ujian itu. Alloh SWT berfirman :”alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarakan (saja) mengatakan :”kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Alloh mengethui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut[29]:1-3)
Dalam kehidupan sehari-hari,kita akan menyaksikan semakin tinggi kedudukan atau jabatan seseorang, semakin berat pula ujian dan cobaan hidupnya. Kalau diibaratkan sebuah pohon, maka semakin tinggi dan rindang pohon itu, semakin kencang pula tiupan anginnya. Kalau tidak kuat menahan terjangan angin, pohon itu bisa tumbang. Maka kalau tidak ingin diterpa angin yang sangat kencang, jadilah rumput-rumput kecil saja. Tetapi resikonya tentu diinjak-injak setiap orang yang lewat.
Ujian Alloh kepada orang yang beriman itu banyak macamnya. Ada ujian dalam bentuk perintah, larangan, kenikantan dan musibah. Dalam bentuk perintah, ada yang bersiapat wajib dan ada yang bersifat sunnah. Perintah yang bersifat wajib seperti sholat lima waktu, zakat fitrah/mal, shaum bulan ramadhan, dan ibadah haji bagi yang mampu. Selain itu juga ada perintah yang bersifat sunnah, seperti sholat sunnah, shaum sunnah, dan lain-lain. Kalau seseorang sudah biasa melaksanakan ibadah sunnah,  maka itu menunjukan kualitas imannya sudah tinggi. Karena kalau seseorang hanya melaksanakan yang wajib saja, oleh jadi motivasinya karena takut ancaman Alloh. Tetapi kalu sudah melaksanakan ibadah sunnah, maka motivasinya bukan lagi ancaman dan siksaan, tetapi karena rasa cinta dan rasa senang dalam ibadah.
Ujian Alloh juga ada yang berbentuk larangan. Tak sedikit larangan Alloh itu merupakan kesenangan dan kegemaran hawa nafsu manusia. Dengan menghindari larangan Alloh itu, berarti kita lulus dalam ujian keimanan itu.
Ujian Alloh juga bisa berbentuk anugrah kenikmatan, seperti rezeki yang banyak, usaha lancar, keamanan terjaga dan lainnya. Apabila kita tidak mampu mensyukurinya, maka nikmat yang demikian besar itu suatu ketika bisa berubah menjai azab dan laknat. Semua keni’matan itu akan dicabut lagi oleh Alloh dan pelakunya di golongkan sebagai orang-orang yang kufur ni’mat. Inilah orang yang tidak lulus dalam ujian keimanan.
Ada juga ujian Alloh dalam bentuk musibah, seperi rezeki yang kurang lancar, badan tidak sehat, daerah kurang aman dan lain-lain. Kalau kita mampu menghadapinya dengan sabar, maka musibah ini akan menjadi pahala. Tetapi kalau tidak mampu sabar, maka kita memperoleh dua kerugian, yaitu kerugian di dunia berupa musibah, dan kerugian di akhiran berupa ketidakridloan Alloh.
Pada dasarnya dalam agama islam ini semua peristiwa yang menimpa manusia itu merupakan kebaikan. Rosululloh SAW bersabda: “perkara orang mu’min mengagumkan, sesungguhnya semua perihalnya baik, dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mu’min, bila tertimpa kesenangan ua bersyukur dan syukur itu baik baginya, dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya.” (HR.Muslim)
Mudah-mudahan apa yang diberikan Alloh kepada kita, baik berupa keni’matan maupun musibah, kita dapat menghadapinya dengan cara yang tepat, sehingga termasuk orang yang medapat ridlo dan bimbingan Alloh.
AMIEN.................................