KATA PENGANTAR
   
   Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan tugas parer ini dengan tepat waktu, tak lupa shalawat beserta salam selalu tercurah limpahkan kepada junjungan nabi besar kita Muhammad SAW, kepada para keluarganya, sahabatnya, tabi’in dan tabi’atnya, serta sampai kepada kita sebagai umatnya.  semoga di yaumil akhir kita mendapat syafa’at darinya. Amien..
Paper ini saya susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar dan Ilmu Budaya Dasar dengan judul, “ PENDUDUK DESA DAN KOTA”  yang membahas tentang “perbedaan masyarakat desa dan kota, kelebihannya, dan karakteristik desa dan kota”  Tujuannya agar para mahasiswa mengetahui lebih faham tentang kependudukan dan lingkungan.
Mohon maaf atas kekurangan dan kesalahan penulisan paper ini. Mudah-mudahan paper ini bermanfaat khususnya bagi saya sebagai penyusun, umumnya bagi para pembaca.


Bandung, 20 Oktober  2010
   

    Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar                                    i
Daftar isi                                        ii
BAB I. Pendahuluan                                    1
BAB II. Penduduk Desa Dan Kota                            2
A.    Masyarakat Pedesaan                                2
B.    Pengertian Masyarakat Desa dan Karakteristiknya                2
C.    Perbedaan Masyarakat Pedesaan dengan Masyarakat Perkotaan        4
1.    Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam            6
2.    Pekerjaan atau  Mata Pencaharian                    6
3.    Ukuran Komunitas                            6
4.    Kepadatan Penduduk                            6
5.    Homogenitas dan Heterogenitas                        7
6.    Diferensiasi Sosial                            7
7.    Pelapisan Sosial                                7
8.    Mobilitas Sosial                                11
9.    Interaksi Sosial                                11
10.    Pengawasan Sosial                            12
11.    Pola Kepemimpinan                            12
12.    Standar Kehidupan                            12
13.    Kesetiakawanan Sosial                            12
14.    Nilai dan Sistem Nilai                            14
D.    Hubungan Kota Dan Desa                            14
BAB III. Penutup                                    16
Daftar Pustaka                                        18




BAB I
PENDAHULUAN
Banyak alasan pentingnya membicarakan masyarakat pedesaan dan masyarakat dan perkotaan. Selain belum ada kesepakatan umum tentang keberadaan masyarakat desa sebagai suatu pengertian yang baku, juga kalau dikaitkan dengan pembangunan yan orientasinya banyak dicurahkan kepedesaan, maka desa memiliki arti tersendiri dalam kajian struktur, sosial atau kehidupannya. Dalam keadaan desa yang sebenarnya, desa masih dianaggap sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kesenian, kepribadian dalam berpakaian, dan lain-lain.
Orang kota membyangkan bahwa desa ini merupakan tempat orang bergaul engan rukun, tenang, selaras, dan akur. Akan tetapi justru dengan berdekatan, mudah terjadi konflik atau persaingan yang bersumber dari peristiwa kehidupan sehari-hari, hal tanah, gengsi, perkawinan, pebedaan antara kaum muda dan tau serta antara pria dan wanita. Bayangan bahwa desaa tempat ketentraman pada konstelasi tertentu ada benarnya, tetapi yang nampak justru bekerja keraslahyang merupakan syarat pokok dapat hidup di desa. Hal ini erat masalahnya dengan istilah terbelkang yang selalu tampak di pedesaan, sehingga perbaikan kehidupannya perlu dikembangkan melaui perangsang seperti kredit, Banpres, Inpres, Bimas dan sebagainya.
Demikian pula dalm konteks pembangunan desa (pertanian), semula orang beranggapan bahwa masyarakat pertanian mengalami involisi pertanianyang berjalan dalam proses pemiskinan dan apapun teknologi dan kelembagaan modern yang masuk kepedesaan, akan sia-sia. Pernyataan-pernyataan sumbang ini justru merangsang para peneliti atau penentu kebijaksanaan dalam membangun masyarakat desa. Adanya kotroversi kesan atau pendapatini mungkin lebih tepat bila dihubungkan dengan berbagai gejala sosial seperti kosep-konsep perubahan sosial atau kebudayaan.

BAB II
PENDUDUK DESA DAN KOTA

A.    MASYARAKAT PEDESAAN
Persekutuan hidup yang paling kecil dimulai saat manusia mencari makan, yaitu dengan berburu, sebagai migratory, nomand 10-300 orang. Kenyataan ini disesuaikan dengan persedian makanannya. Berkembangnya car bertani menyebabkan lahirnya suatu persekutuan hidup permanen pada suatu tempat, kampong, babakan, dengan sifat yang khas, yaitu:
    Kekeluargaan.
    Adanya kolektivitas dalam pembagian tanah dan pengerjaannya.
    Ada kesatuan ekonomis yang memenuhi kebutuhan sendiri.
Persekutuan hidup ini akan berubah dengan berkembanagnya system kafitalisme dan masyarakat industry, artinya dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut koentjaraningrat, siatu masyarakat desa menjadi suatu persekutuan hidup dan kesatuan social didasarkan atas dua prinsip:
a.    Prinsip hubungan kekerabatan (geneologis)
b.    Prinsip hubungan tinggal
Prinsip ini tidak lengkap apabila yang mengikat adanya aktivitas tidak diikutsertakan, yaitu:
a.    Tujuan khusus yang ditentukan ooleh factor ekologis
b.    Prinsip yang dating dari “atas” oleh aturan dan undang-undang
Lingkungan hubungan yang ditentukan oleh berbagai prinsip tersebut hubungannya saling terjaring, yang batas-batasnya berbeda-beda, mungkin dengan pola konsentris, artinya hubungan tiap individu dimulai dengan lingkungan kecil mencakup kerabat dan tetangga dekat, atau dengan hubungan terjaring dengan pola terkupas, di mana orang bergauk untuk suatu lapangan kehidupan dalam batas lingkungan social tertentu, tidak temasuk warga dan lingkkungan tadi. Dalam pola ini mungkin terjadi prinsip hubungan tempat tinggal dekat, kebutuhan khusus, ekologi dan kekerabatan.

B.    PENGERTIAN MASYARAKAT DESA DAN KARAKTERISTIKNYA
Desa menurut definisi universal, adalah sebuah aglomerasi pemukiman disebuah area pedesaan (rural). Di Indonesia desa adalah pembagian wilayah administrative di Indonesia dibawah kecamatan, yang dipimpin oleh kepala desa.
Menurut peraturan pemerintah nomor 57 tahun2005 tentang desa, desa adalah kesataun masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenag untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormatidalam system Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kewenangan desa adalah :
    Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarakan hak asal usul desa.
    Menyelenggarakn urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupatan /kota yang diserahkan pengaturanya kepada desa, yakni urusan pemerintahn yang secara langsung dapat meningakatakan pelayanan masyarakat.
    Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten / kota.
    Urusan pemerintahan lainyayang diserahkan kepada desa.

Kepala desa dipilh langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (PILKADES) oleh penduduk desa setempat. Syarat-syarat menjadi calon kepala desa sesuai peraturan pemerintah nomor 72 tahub 2005 sebagai berikut:
1.    Bertakwa kepada Tuhan YME
2.    Setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara, UUD 1945 dan kepada NKRI, serta pemerintah.
3.    Berpendidkan paling rendah SLTP atau sederajat.
4.    Berusia paling rendah 25 tahun.
5.    Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa.
6.    Penduduk desa setempat
7.    Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singakat 5 tahun.
8.    Tidak dicabut hak pilihnya.
9.    Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan.
10.    Memnuhi syarat lain yang diatur Perda Kabupaten / kota.

Sumber pendapatan desa terdiri atas:
1.    Pendapatan asli desa, antara lain terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa (seperti tanah kas desa, pasar desa, bangunan desa), hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong.
2.    Bagi hasil pajak daerah kabupaten / kota.
3.    Bagaian dari dana perimbangan  keuangan pusat dan daerah.
4.    Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten / kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan.
5.    Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

C.    PERBEDAAN MASYARAKAT PEDESAAN DENGAN MASYARAKAT PERKOTAAN
Masyarakat pedesaan kehidupannya berbeda dengan masyarakat perkotaan. Perbedaan-perbedaan ini berasal dari adanya perbedaan yang mendasar dari keadaan lingkungan, yang mengakibatkan adanya dampak terhadap personlitas dan segi-segi kehidupan. Kesan popular masyarakat perkotaan terhadap masyarakat pedesaan adalah bodoh, lambat dan berpikir dan bertindak, serta mudah tertipu dan sebagainya. Kesan ini disebabkan masyarakat perkotaan hanya mengamati sepintas, tidak banyak tahu, dan kurang pengalaman dengan keadaan lingkungan kedesaan. Masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan memiliki ciri sendiri-sendiri. Mengenal cirri-ciri masyarakat pedesaan akan lebih mudah dan lebih baik dengan membandingkanya dengan kehidupan masyarakat perkotaan.
Dalam memahami masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, tentu tidak akan mendefinisikanya secara universal dan objektif, tetapi berpatokan terhadap cirri-ciri masyarakat. Cirri-ciri itu ialah adanya sejumlah orang, tinggal dalm suatu daerah tertentu, adanya system hubungan, ikatan atas kepentingan bersama, tujuan dan bekerja bersama, ikatan atas dasar unsur-unsur sebelumnya, rasa solidaritas, sadar akan adanya interdepedensi, adanya norma-norma dan kebudayaan. Kesemua ciri-ciri masyarakat ini dicoba ditranformasikan pada realitas desa dan kota, dengan menitikberatkan pada kehidupannya. Cirri masyarakat desa juga mungkin belum tentu benar, sebab desa sedang mengalami perkembangan structural yang tersusun dan terarah ke peningkatan integrasi masyarakat yang lebih luas sebagai akibat intensifnya hubungan kota dengan desa dan derasnya program pembangunan, sehingga dapat menimbulkan perubahan-perubahan.
Untuk menentukan suatu komunitas apakah termasuk masyarakat pedesaan atau masyarakat perkotaan, dari segfi kuantitatif sulit dibedakan karena adanya hubungan antara konsentrasi penduduk dengan gejala social dan perbedaanya besifat gradual. Lebih sesuai apabila menentukan perbedaannya dengan sifat kualitas atau criteria kualitatif, dimana struktur, fungsi,adat-istiadat serta corak kehidupannya dipengaruhi oleh proses penyesuaian ekologi masyrakat. Masyarakat pedesaan ditentukan oleh basis fisik dan sosialnya, seperti kolektivitas, petani individu, tuan tanah, buruh tani, pemaro, dan lain-lain. Ciri lain bahwa desa terbentuk erat kaitannya dengan naluri alamiah untuk mempertahankan kelompoknya, melalui kekerabatan tinggal bersama dalam memenuhi kebutuhannya. Perkembangan lanjut suatu desa akan memunculkan desa lainnya, sebagai fungsi induk desa. Masyarakat kota ditekankandari pengertian kotanya dengan cirri dan kehidupannya serta kekhasan dalam interes hidupnya. Dalam masyrakat kata kebutuhan primer dihubungkan dengan status social dan gaya hidup masa kini sebagai manusia modern.
Berbicara mengenai masyarakat pedesaan dan perkotaan, sesungguhnya akan berbicara tentang system hubungan antara unsure-unsur yang membentuknya. Terkadang di dalam percakapan dan di dalam anggapan, desa senantiasa dipertentangkan dengan kota, seakan-akan sianga dan malam. Desa pada hakikatnya bukan suatu istilah yang menunjukan benda “tunggal”, tetapi desa mempunyai unsure-unsur yang kemudian, kalau dirakit sedemikian rupa, akan terbentuk desa. Setiap unsur dalam suatu system itu dapat diperlakukan sebagai suatu kesatuan yang utuh.
Masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan masing-masing dapat diperlakukan sebagai suatu system jaringan hubungan yang kekal dan penting, serta dapat pula dibedakan masyarakat yang bersangkutan dengan masyarakat yang lain. Oleh karena itu, mempelajari suatu masyarakat berarti dapat berbicara soal struktur soaial. Untuk menjelaskan perbedaan atau ciri-ciri dari masyarakat tersebut, dapat ditelusuri dalam hal lingkungan umumnya dan orientasi terhadap alam, pekerjaan, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, homogenitas-heterogenitas, diferensiasi social, pelapisan social, mobilitas social, interaksi social, pengendalian social, pola kepemimpinan, ukuran kehidupan, solidaritas social, dsan nilai atau system nilainya.

1.    Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam
Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam, disebabkan oleh lokasi geografinya di daerah desa. Mereka sullit mengontrol kenyataan alamyang dihadapinya, padahal bagi petani realitas alam ini sangat vital dalam menunjang kehidupannya. Penduduk yang banyak tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan dan hukum-hukum alam, seperti dalam pola berpikir dan falsafah hidupnya. Tentu akan berbeda dengan penduduka yang tinggal di kota, yang kehidupannya bebas dari relitas alam. Misalnya dalam bercock tanam dan menuai harus pada waktunya, sehingga ada kecenderungan nrimo. Padahal mata pencaharian juga menentukan relasi dan relasi social.

2.    Pekerjaan atau  Mata Pencaharian
Pada umumnya atau kebanyakan mata pencaharian daerah pedesaan adalah bertani. Tetapi mata pencaharian berdagang (bidang ekonomi) merupakan pekerjaan sekunder dari pekerjaan yang nonpertanian. Sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari daerah usaha atau industry, demikian pula kegiatan mata pencaharian keluarga untuk tujuan hidupnya lebih luas lagi. Di masyarkat kota mata pencaharian cenderung menjadi terspesialisasi, dan spesialisasi itu sendiri dapat dikembangkan, mungkin menjadi menejer suatu perusahaan, ketua atau pimpinan dalam suatu birokrasi. Sebaliknya seorang petani harus kompeten dalam bermacam-macam keahlian seperti keahlian memelihara tanah, bercocok tanam, penyakit, pemasaran, dan sebagainya. Jadi, petani keahliannya lebih luas dibandingkan dengan masyarakat kota.

3.    Ukuran Komunitas
Komunitas pedesaan  biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan. Dalam mata pencaharian di bidang pertanian, imbangan manusia dengan tanah cukup tinggi bila dibandngkan dengan industry, dan akibatnya daerah pedesaan mempunyaio penduduk yang rendah perkilometer perseginya. Tanah pertanian luasnya bervariasi. Bergantung pada usaha taninya, tanah yang cukup luas sanggup menempung usaha tani dan usaha ternak sesuai dengan kemampuan. Oleh sebab itu komunitas desa lebih kecil dari pada komunitas perkotaan.

4.    Kepadatan Penduduk
Penduduk desa kepadatannya lebih rendah jika dibandingkan dengan kepadatan penduduk kota. Kepadaytan penduduk suatu komunitas kenaikanya berhubungan dengan klasifikasi dari kota itu sendiri. Contohnya dalam perubahan-perubahan pemukiman, dari penghuni satu keluarga menjadi pembangunan multi keluarga dengan flat dan apartemen seperti  yang terjadi di kota.

5.    Homogenitas dan Heterogenitas
Homogenitas atau persamaan dalam ciri-ciri social dan psikologi, bahasa, kepercayaan, adat istiadat, dan prilaku yang sering Nampak pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Kampong-kampung bagian dari suatu masyarakat desa mengenai minat dan pekerjaannya hampir sama, sehingga kontak tatap muka lebih sering. Di kota sebalkiknya, penduduk heterogen, terdiri dari orang-orang dengan macam-macam subkultur dan kesenangan, kebudayaan, mata pencaharian. Sebagai contoh juga dalam prilaku, dan juga bahasa, penduduk di kota lebih heterogen. Hal ini karena daya tarik dari mata pencaharian, pendidikan, komunikasi, dan transportasi menyebabkan kota menatik orang-orang dari berbagi kelompok etnis untuk berkumpul di kota.

6.    Diferensiasi Sosial
Keadaan heterogen dari penduduk kota berindilasi pentingnya derajat tinggi di dalam diperensiasi social. Fasilitas kota, hal-hal yang berguan, pendidikan, rekreasi, agama, bisnis, dan fasilitas perumahan (tempat tinggal), menyebabkan terorganisasinya berbagai keperluan, adanya pembagian pekerjaan, dan adanya saling membutuhkan dan saling tergantung. Kenyataan ini bertentangan dengan bagian-bagian kehidupan di masyarakat pedesaan. Tingakt homogenitas alami ini cukup tinggi, dan relative berdiri sendiri dengan derajat yang rendah dari pada diferensiasi sosialnya.

7.    Pelapisan Sosial
Kelas soaial di dalam masyarakat sering Nampak dalam perwujudannya seperti piramida social, yaitu kelas-kelas yang tinggi berapa pada posisi atas piramida, kelas menengah ada di antara kedua tingkat kelas ekstreem dari masyarakat.
Ada beberapa perbedaan pelapisan social tak resmi ini antara masyarakat desa dan masyarakat kota:
    Pada masyarakat kota aspek kehidupan pekerjaan, ekonomi, atau social politik lebih banyak system pelapisannya dibandingakan dengan di desa.
    Pada masyarakat desa kesenjangan (gap) antar kelas ekstrem dalam piramida sosial tidak terlalu besar, sedangkan pada masyarakat kota jarak antar kelas ekstrem yang kaya dan yang miskin cukup besar. Di daerah pedesaan tingkatnya hany kaya dan miskin saja.
    Pada umumnya masyarakat pedesaan cenderung berada pada kelas menengah menurut ukuran desa, sebab orang kaya dan orang miskin sering bergeser ke kota. Kepindahan orang miskin ini disebabkan tidak mempunyai tanah, mencari pekerjaan ke kota, atau ikut transmigrasi. Apa yang dibutuhkan dan diinginkan dari golongan miskin ini sering di desa tidak mampu mengatasinya.
    Keturunan kasta dan contoh-contoh perilaku yang dibutuhkan sistem kasta tidak banyak terdapat, tetapi di Indonesia, khususnya di Bali, ada ketentuan kelas ini. Dalam kitab-kitab suci orang Balimasyarakat terbagi kedalam empat lapisan, yaitu, brahmana, satria, wasia dan sudra. Ketiga lapisan yang tersebut pertama menjadi satu dengan istilah triwangsa, berhadapan untuk yang disebut jaba untuk lapisan keempat, yang hanya bagian terkecil dari masyarakat Bali, baik di kota maupun di desa. Lapisan triwangsa berhak memakai gelar-gelar didepan namanya.
Gambaran system kelas di atas mungkin hanya berlaku bagi desa yang masih asli. Dalam kenyataan, desa sekarang (terutama di Jawa) sudah banyak mengalami perubahan. “Lapisan social tak resmi” sekarang muncul dalam sebutan yang kabur seperti atasan, kaum terpelajar (intelektual), golongan menengah, orang bertitel, orang kaya, kaum rendahan (wong cilik), para pegawai tinggi (priyayi), orang kampung, dan sebagainya, dan belakngan sebutan serupa itu dalam alam pikiran masyarakat terkandung asosiasi dengan kedudukan tinggi atau rendah. Tinggi-rendah tentang pelpisan social tak resmi ini, untuk setiap warga masyarakat, tentu tidak selalu sama. Beberapa contoh di masyarakat perbedaan pelapisan sosilalnya banyak ditentukan adas dasar pemilik tanah. Misalnya:
a.    Menurut Ter Haar (1960) dibedakan menurut:
    Golongan pribumi pemilik tanah (sikep, kuli, baku, atau gogol)
    Golongan yang hany memiliki rumah dan pekarangan saja, atau tanah pertanian saja, (lindung atau indung)
    Golongan yang hanya memiliki rumah saja di atas tanah pekarangan orang lain, dan mencari nafkah sendiri (numpang)

b.    Menutut M. Jaspan (1961), di daerah Yogyakarta dibedakan menurut:
    Golongan yang memiliki tanah pekarangan dan sawah (kuli kenceng)
    Golongan yang memiliki tanah saja (kuli gundul)
    Golongan yang memiliki pekarangan saja (kuli karang kopel)
    Golongan yan gmemiliki rumah saja di atas tanah oaring lain (indung telosor)

c.    Selanjutnya Koentjaraningrat (1964) mengenal pelapisan yang menggunakan sedikit criteria campuran:
    Keturunan cikal bakal desa dan pemilik tanah (kentol)
    Pemilik tanah di luar golongan kentol (kuli)
    Yang tak memiliki tanah

d.    Menurut J.M Van Der Kroef (1956) dan C.B Tripathi (1957), dibedakan menurut:
    Lapisan pertama adalah golongan elite desa, yaitu penguasa desa yang menguasai tanah bengkok, bersama pemilik tanah yasan.
    Lapisan kedua adalah kuli kenceng, yaitu mereka yang mempunyai rumah sendiri, pekarangan sendiri, dan menguasai bagian sawah komunal.
    Lapisan ketiga adalah kuli kendo, yaitu mereka yangmempunyai rumah dan pekarangan sendiri, tetapi belum mempunyai bagian sawah.
    Lapisan keempat adalah mereka yang memiliki tanah pertanian, tetapi tidak memiliki rumah dan pekerangan yang dengan istilah tempat disebut gundul (tetapi jumlah lapisan ini sangat kecil).
    Lapisan kelima adalah mereka yang tidak mempunyai tanah pertanian, tidak mempunyai pekarangan, tetapi mempunyi rumah sendiri yang didirikan di atas pekarangan orang lain, disebut megasari. Sebagian besar bekerja sebagai buruh tani.
    Lapisan keenam adalh mereka yang sama sekali tak memiliki apapun kecuali tenaganya. Meskipun hidup bersam majikannya. Golongan ini disebut mondok empok, bujang tlasor, atau dengan istilah setempat lain.
Kedua lapisan terbawah itu lah yang merupakan buruh tani dalam arti kata sebenarnya. Di antara lapisan-lapisan tersebut terdapat berbagai lapisan dengan cirri peralihan atau cirri-ciri campuran, yang bersama-sama dengan keragaman istilahnya membentuk suatu pola rumit hubungan penguasa tanah.
Istilah dari daerah kedaerah berbeda, dan kriteria berkisar sekitar milik tanah pertanian atau pekarangan, dan juga rumah. Studi-studi yang menggambarkan pelapisan di daerah pekotaan masih sedikit sekali, tetapi pada umumnya kriteria yang diterapkan adalah pendapatan dan kekayaan, jadi dengan pengertian kelas menurut Weber. Ada pendekatan lain oleh orang asing yang berusaha menerapkan kombinasi antara kriteria, seperti kekuasaan politik dan kekuasaan ekonomi. Akan tetapi hal-hal seperti ini dirasakan terlalu peka.


8.    Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial berkaitan dengan perpindahan atau pergerakan suatu kelompok sosial kekelompok lainnya. Mobilitas kerja dari suatu pekerjaan kepekerjaan lainya, mobilitas teritorial dari daerah desa ke kota, dari kota ke desa, atau di daerah desa dan kota sendiri.
Terjadinya peristiwa mobilitas sosial demikian disebabkan oleh penduduk kota yang heterogen, terkonsentrasinya kelembagaan-kelembagaan, saling tergantungnya organisasi-organisasi, dan tingginya diferensiasi sosial. Demikian pula di kota. Maka mobilitas sering terjadi di kota dibandnigkan dengan di daerah pedesaan. Mobilitas teritorial (wilayah) di kota lebih sering ditemukan dari pada di daerah pedesaan, dan segi-segi penting dari mobilitas tersebut adalah:
a.    Banyak penduduk yang pindah kamar atau rumah ke kamar atau rumah lain, karena sistem kontrak yang terdapatdi kota dan di desa tidak demikian.
b.    Waktu yang tersedia bagi penduduk kota untuk bepergian persatuan penduduk lebih banyak dibandingkan dengan oran-orang desa.
c.    Bepergian setiap hari di dalam atau dia luar dan pusat penduduk, di daerah kota lebih besar di bandingkan dengan penduduk di desa.
d.    Waktu luang di kota lebih sedikit dibandingkan dengan daerah pedesaan, sebab mobilitas penduduk kota lebih tinggi.

Hal lain, mobilitas atau perpindahan penduduk dari desa ke kota lebih banyak dari pada dari kota ke desa. Tipe desa pertanian dan kebiasaan pindah mempengaruhi mobilitas sosial, seperti perpindahan yang berkaitan dengan mencari kerja, ada yang menetapa atau tinggal sementara, sesuai dengan musim dan waktu pengolahan pertanian. Apabila dibandingkan, penduduk kota lebih dinamis dan mobilitasnya lebih tinggi. Kesemuanya berbeda dalam hal waktu dan arah mobilitasnya. Pergerakan dapat terjadi secar bertahap, baik arahnya secara horizontal ataupun vertikal. Kebiasaan ini di desa kurang terlihat, dan di kota lebih memungkinkan dengan waktu yang relatif singkat.

9.    Interaksi Sosial
Tipe interaksi di desa dan di kota perbedaannya sangat kontras, baik aspek kualitasnya maupun kuantitasnya. Perbedaan yang penting dalam interaksi sosial di daerah pedesaan dan daerah perkotaan, di antaranya:
a.    Masyarakat pedesaan lebih sedikit jumlahnya dan tingkat mobilitas sosialnya rendah, maka kontak pribadi per individu lebih sedikit. Demikian pula kontak melalui radio, televisi, majalah, poster, koran, dan media lainnya yang lebih sophisticated.
b.    Dalam kontak sosial berbeda secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Penduduk kota lebih sering kontak, tetapi cenderung pormal sepintas lalu, dan tidak bersipat pribadi (impersonal), tetapi melalui tugas atau kepentinagan yang lain. Di desa kontak sosial terjadi lebih banyak dengan tatap muka, ramah-tamah, dan pribadi. Hal yang lain pada masyarakat pedesaan, daerah jangkauan kontak sosialnya biasanya terbatas dan sempit. Di kota kontak sosial lebih tersebar dan daerah yang luas, melalui perdagangan, perusahaan, industri, pemerintahan, pendidikan, agam, dan sebafgainya. Kontak sosial di kota penyebaranya bermacam-macam dan bervariasi jika dibandingkan dengan masyarakat pedesaan.

10.    Pengawasan Sosial
Tekanan sosial oleh masyarakat di pedesaan lebih kuat karen kontaknya yang bersipat pribadi dan ramah tamah (informal), dan keadaan masyarakatnya yang homogen. Penyesuaian terhadap norma-norma sosial lebih tinggi dengan tekanan sosial yang informal, dan nantinya dapat berarti sebagai pengawasan sosial. Di kota pengawasan sosial lebih bersifat formal, pribadi, kurang terkena aturan yang ditegakan, dan peraturan lebih menyangkut pelanggaran.

11.    PolaKepemimpinan
Menentukan kepemimpinan di daerah pedesaan cenderung banyak di tentukan oleh kualitas pribadi dari individu dibandingkan dengan di kota. Keadaan in disebabkan oleh lebih luasnya kontak tatap muka, dan individu lebih banyak saling mengetahui dari pada di daerah kota. Misalnya karena kesalahan, kejujuran, jiwa pengorbanannya, dan pengalamannya. Kalau kriteria ini melekat terus pada generasi selanjutnya, mak kriteria keturunan pun akan menentukan kepemimpinan di pedesaan.

12.    Standar Kehidupan
Berbagai alat yang menyenangkan di rumah, keperluan masyarakat, pendidikan, rekreasi, fasilitas agama, dan fasilitas lain akan membahagiakan kehidupan bila disediakan dan cukup nyata dirasakan oleh penduduk yang jumlahnya padat. Di kota, dengan konsentrasi dan jumlah peduduk yang padat, tersedia dan ada kesanggupan dalam menyediakan kebutuhan tersebut, sedangakan di desa tidak demikian. Orientasi hidup dan pola berpikir masyarakat desa yang sederhana dan standar hidup demikian kurang mendapatkan perhatian.

13.    Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial atau kepaduan dan kesatuan, pada masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan banyak ditentukan oleh masing-masing faktor yang berbeda. Pada masyarakat pedesaan kepaduan dan kesatuan merupakan akibat dari sifat-sifat yang sama, persamaan dalam pengalaman, tujuan yang sama, dimana bagaian dari masyarakatpedesaan hubungan pribadinya bersifat informal dan tidak bersifat kontrak sosial (perjanjian). Pada masyarakat pedesaan ada kegiatan tolong menolong (gotong-royong) dan musyawarah, yang pada saat sekarang masih dirasakan meskipun banyak pengaruh dari idiologis dan ekonomis (padat karya) kepedesaan. Kesatuan dan kepaduan di daerah perkotaan berbeda. Dasarnya justru ketidaksamaan dan perbedaan pembagian tenaga kerja, saling tergantung, spesialisasi, tidak bersifat pribadi, dan macam-macam perjanjian serta hubungan lebih bersibat formal. Pada masyarakat pedesaan ada istilah sambat. Dalam bahasa Sunda nyambet artinya minta tolong. Dalam istilah umum bahasa Indonesia adalah gotong royong. Aktivitas ini terlihat dalm menyiapan pesta ataupun upacara membangun rumah, perkawinan, khitanan atau kematian. Sifatnya lebih otmatis menjaga nama baik keluarga. Kegiatan ini nampak pula dalm kegiatan pertanian seperti derep, mengolah sawa secara bersama-sama secara bergiliran, dan sebagainya. Aktivitas kerja sama  yang disebut gotong royong ini pengertiannya berkembang. Yang asalnya aktivitas kerja sama antara sejumlah besar warga masyarakat desa dalam menyelesaikan suatu proyek tertentu bagi kepentingan umum, menjadi bersifat dipaksakan sperti padat karya. Sifat gotong royong tidak memerlukan keahlian khusus. Semua orang dapat mengejakanya, dan merupakan gejala sosial yang universal. Inilah yang dikatakan jiwa kebudayaan. Jiwa musyawarah nampak dalam masyarkat Indonesia. Artinya keputusan suatu rapat seolah-olah merupakan pendirian suatu badan, diman pihak mayoritas dan minoritas saling mengurangi pendirian masiang-masing, dekat mendekati, sehingga harus ada kekuatan atau tokoh yang mendorong proses mencocokkan dengan dimensi kekuasaanmulai dari persuasi sampai paksaan. Kenyataan menunjukan bahwa jiwa musyawarah merupakan ekspresi gotong royong.


14.    Nilai dan Sistem Nilai
Nilai dan sistem nilai di desa dan di kota berbeda, dan dapat diamati dalam kebiasaan, cara, dan norma yang berlaku. Pada masyarakat pedesaan, misalnya mengenai nila-nilai keluarga, dalam masalah pola beragaul dan mencari jodoh kepal keluarga masih berperan. Nilai-nilai agama masih dipegang kuat dalm bentuk pendidikan agama (madrasah). Aktivitasnya nampak hidup (fenomenanya). Bentuk-bentuk ritual agama yang berhubungan dengan kehidupan atau proses mencapai dewasanya manusia, selalu diikiti dengan upacara-upacara. Nilai-nilai pendidikan belum merupakan orientasi bernilai penuh bagi penduduk desa, cukuo dengan bisa baca tulis dan pendidikan agama. Dalam hal nilai-nilai ekonomi, terlihat pada pola usaha taninya yang masih bersifat subsistem tradisional, kurang berorientasi pada ekonomi. Masih banyak nilai lainya yang berbeda dengan masyarakat kota. Dalam hal ini masyarakat kota bertentangan atau tidak sepenuhnya sama dengan sistem nilai di desa.

D.    HUBUNGAN KOTA DAN DESA
Menurut sistem penggolongan administrasi “kota”dapat dikatakan sebagai pusat “pendomonasian” yang secara bertingkat diturunkan kebawah, melalui sistem administrasi negara. Maka “kota-kota” secara bertingkat merupakan suatu jaringan, di mana kota sebagai pusat jaringan dan desa-desa di pinggiran menjadi pusat pendominasian. Melihat kenyataan ini jelas bahwa kota kedudukannya di atas, sedangkan desa ada di bawah. Kedudukan yang tidak seimbang ini tercermin dalam hubungan struktural-fungsional antara desa dan kota, yaitu desa merupakan penghasilan bahan makanan, bahan mentah, menyuplai tenaga kasar yang diperlakukan bagi warga kota, sedangkan kota merupakan “pelindung” bagi warga desa, sebagai tempat orientasi bagi kemajuan teknologi dan peradaban, pusat-pusat perubahan dan pembaharuan dan pembaharuan kebudayaan yang dapat dijadikan orientasi warga desa dalam perbaikan hidupnya.
Perkembangan peradaban biasanya diidentivikasi dengan perkembangan kota-kota besar, dan petani di desa sebagai pencocok tanam yang mempunyai hubungan tetap dengan kota. Perjalanan evolusi kebudyaan sering dimulai dari pusat-pusat khusus desa yang nantinya menjadi kota besar. Desa pun tidak jarang dikunjungi secara berkala oleh penziarah kota, apabila di desa itu erdapat tokoh agamater masyhur. Biasanya ingin mendapatkan bekal batindan sekaligus tempat “mengadu”. Tetapi yang jelas kehadiran unsur kota ke desa akan mempengaruhi pola suatu masyarakat. Bahkan adanya masyarakat pedesaan sangat penting artinya bagi proses pertumbuhan kota-kota. Relasi ekonomi terjadi antara desa dengan kota melalui beberapa jalan. Suatu relasi yang tetap, misalnya, diserahkannya pajak dalam bentuk hasil bumi.
Relasi kota dengan desa juga dapat terorganisasi melalui pasar. Di pasar itu terjadi tukar menukar bahan yang menjadi produksi khusus desa-desa di pasar daerah. Dalam sistem pasar yang besar, desa-desa merupakan seksi-seksi yang disebut pasar “jaringan”, yang menghubungkan desa daerah luar yang lebih luas. Dalam bidang politik nampak ciri-ciri sejenis, di satu oihak pihak otonomi yang agak besar, dilain pihak ada ketergantungan terhadap dunia luar (terintegrasi). Dalam hal keamanan desa mempunyai otonomi luas untuk urusan dalam, kalau terpaksa baru minta bantuan dari kota. Di bidang kebudayaan dan agama, orang kota terpelajar, spesialis-spesialis, sering mengabadikannya dengan menyusun suatu sistem, dan menjabarkannya. Jadi ada hubungan timbal balik antara tradisi di kota dan di desa. Dalam hal ini dapat dikatakan universalisasi, ada penerimaan anaisir dari tradisi kecil ke dalam tradisi besar, sehingga dari tradisi lokal diangkat menjadi berlaku secara umum untuk seluruh kebudayaan. Sebaliknya proses penyaluran anasir dari tradisi besar ke tradisi kecil disebut “parokiallisasi”, karena anasir itu diterapkan dan disesuikan dengan tradisi lokal sehingga berlaku lagi secara umum. Pengertrian tradisi besar dan kecil orang yang banyak berpikir, dan tradisi kecil dari orang banyak yang berpikir.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Desa menurut definisi universal, adalah sebuah aglomerasi pemukiman disebuah area pedesaan (rural). Di Indonesia desa adalah pembagian wilayah administrative di Indonesia dibawah kecamatan, yang dipimpin oleh kepala desa.
Menurut peraturan pemerintah nomor 57 tahun2005 tentang desa, desa adalah kesataun masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenag untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormatidalam system Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kewenangan desa adalah :
    Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarakan hak asal usul desa.
    Menyelenggarakn urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupatan /kota yang diserahkan pengaturanya kepada desa, yakni urusan pemerintahn yang secara langsung dapat meningakatakan pelayanan masyarakat.
    Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten / kota.
    Urusan pemerintahan lainyayang diserahkan kepada desa.
PERBEDAAN MASYARAKAT PEDESAAN DENGAN MASYARAKAT PERKOTAAN
1.    Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam
2.    Pekerjaan atau  Mata Pencaharian
3.    Ukuran Komunitas
4.    Kepadatan Penduduk
5.    Homogenitas dan Heterogenitas
6.    Diferensiasi Sosial
7.    Pelapisan Sosial
8.    Mobilitas Sosial
9.    Interaksi Sosial
10.    Pengawasan Sosial
11.    PolaKepemimpinan
12.    Standar Kehidupan
13.    Kesetiakawanan Sosial
14.    Nilai dan Sistem Nilai

HUBUNGAN KOTA DAN DESA
Menurut sistem penggolongan administrasi “kota”dapat dikatakan sebagai pusat “pendomonasian” yang secara bertingkat diturunkan kebawah, melalui sistem administrasi negara. Maka “kota-kota” secara bertingkat merupakan suatu jaringan, di mana kota sebagai pusat jaringan dan desa-desa di pinggiran menjadi pusat pendominasian. Melihat kenyataan ini jelas bahwa kota kedudukannya di atas, sedangkan desa ada di bawah. Kedudukan yang tidak seimbang ini tercermin dalam hubungan struktural-fungsional antara desa dan kota, yaitu desa merupakan penghasilan bahan makanan, bahan mentah, menyuplai tenaga kasar yang diperlakukan bagi warga kota, sedangkan kota merupakan “pelindung” bagi warga desa, sebagai tempat orientasi bagi kemajuan teknologi dan peradaban, pusat-pusat perubahan dan pembaharuan dan pembaharuan kebudayaan yang dapat dijadikan orientasi warga desa dalam perbaikan hidupnya.

B.    Saran
Mengenal dan mengetahui serta memahami, tentang bagaimana perbedaan desa dan kota amatlah penting supaya kita lebih mencintai daaerah tempat tinggal kita dan kampung halaman kita dan senantiasa mempelajari karakteristik tempat tinggal kita, agar bisa mengetahiui potensi dari tempat tinggal kita dan bisa meningkatkanya baik dalm segi kualitas maupun kuantitasnya.

DAFTAR PUSTAKA
Soelaeman Munandar, “Ilmu Sosial Dasar”, Refika Aditama, Bandung 1986
Wahyu Ramdani, “Ilmu Sosial Dasar”, Pustaka Setia, Bandung 2008
Koentjaraningrat, “Beberapa Pokok Antropologi Sosial”, Dian Rakyat, Jakarta 1986